Selasa, 08 Mei 2012

Kamu Alasan Bahagiaku

 
"Tuhan akan selalu mengganti air mata kita dengan bahagia yang memang tak instan adanya. Kau percaya kan Tuhan itu adil? Kesetiaan akan mendapat kesetiaan. Meski tak cepat, tapi suatu saat jika kita percaya"

 Seraya menggenggam tanganku, Surya terus mengatakan betapa beruntungnya dia memiliku. Dengan senyum yang mengembang, selalu aku katakan "apaan sih, aku malu" Aku tak benar-benar malu, hanya tersipu. Tersipu dengan rayuan mautnya yang memang senang sekali bila dia mengucapnya.
    Dia lah kekasihku yang menemaniku selama  6 tahun ini. Dia yang senan tiasa menemaniku kemanapun aku mau, bahkan ke luar kota sekalipun. Itu kalau dia ada waktu di sela-sela pekerjaannya yang memang padat jika tidak weekend. Ya, dia mulai sibuk sejak dia bekerja di salah satu perusahaan perbankan di Jakarta. Dia kembali ke Jogja setiap sabtu dan kembali lagi di hari minggu. Hanya untuk menemuiku tunangannya, yang masih sibuk kuliah S2 di kota kelahiranku, Jogja . Usia kami yang terpaut 4 tahun, tak menghalanginya untuk menyesuaikan sifat kekanak-kanakanku yang masih sering muncul. Dia sangatlah pengertian. Singkat memang perkenalan kami, tapi kami saling memahami. Dia adalah sahabat kakkku sekaligus sahabatku saat ini.
    Hari itu Surya memintaku untuk bolos sehari saja dari kegiatan belajarku dan menemaninya di sela-sela hirup pikuk warga Jogja yang tengah menikmati sore hari di jalan malioboro. Aku yang begitu bangganya memilikinya, sekan tak pernah mau melepas tangannya yang masih begitu erat membawa tanganku kemanapun dia mau. "Sore ini aku ingin memberimu ini (menyodorkan kotak)" kata Surya lembut. Aku memtbalas senyumannya "Ini apa?" Dia hanya tersenyum dan membuka kotak itu, bukan cincin atau kalung yang diberikannya, tapi sebuah brosur apartemen di Jakarta. "Aku ingin memilikimu seutuhnya, setelah tahun depan aku naik jabatan, jelas semua karirku hanya untuk membawamu kesini, ke rumah kita berdua" lanjutnya berbicara. Aku peluk erat dirinya saat itu juga. Air mataku kembali menetes. Kali ini bukan menangis sedih, tapi  tapi tangis bahagia.
     Pernikahan kami yang akan berlangsung 6 bulan lagi, membuat aku semangat untuk menyelesaikan studi S2-ku. Surya tak ingin aku sibuk dengan pekerjaanku, yang dia minta hanyalah menemaninya di sela-sela kesibukannya di Jakarta dan aku boleh melanjutkan karirku asalkan aku tetap setia padanya dan menjaganya. Inilah bahagia yang aku tunggu selama ini. Ya Surya, aku selalu mencintaimu dengan segenap nafasku. Apapun hanya untukmu. 
     "Tuhan akan selalu mengganti air mata kita dengan bahagia yang memang tak instan adanya. Kau percaya kan Tuhan itu adil? Kesetiaan akan mendapat kesetiaan. Meski tak cepat, tapi suatu saat jika kita percaya" Kalimat itulah yang selalu kakakku ingatkan ketika aku sering terjatuh gara-gara cintaku yang lalu dan ketika aku percaya, aku dapatkan cinta Tuhan dan Surya.

Kamu Alasan Bahagiaku



Tidak ada komentar:

Posting Komentar